Bila engkau masih memerlukan pujian untuk membuatmu bergembira dan tersanjung, maka akan sering datang kekecewaan dalam hidupmu, sehingga bisa melakukan hal-hal yang tidak terpuji.
Siapa yang tidak ingin dipuji? Pujian mendatangkan kebanggaan dan kesenangan. Tidak ada yang salah memang dengan yang namanya pujian. Tetapi ketika pujian menjadi kerinduan untuk membuat kita senang dan tersanjung, maka akan menjadi pertanyaan. Sang aku telah menjadi raja.
Bahkan untuk sebuah pujian kita yang rela melakukan sesuatu hal untuk mengundang pujian, sesungguhnya kita sedang menyebar benih - benih kekecewaan di kemudian hari. Mengapa? Sebab hidup tidak ada yang sempurna dan tidak selamanya apa yang kita lakukan akan menghadirkan pujian.
Pujian memang bisa melahirkan motivasi dan bisa menjadi penghiburan. Tetapi ketika kita selalu mendambakan orang - orang akan memuji, maka pada akhirnya kita akan mengalami kekecewaan sendiri.
Demi mendapatkan pujian dan sanjungan, kita sampai rela melakukan hal - hal yang tidak wajar atau bahkan perbuatan yang tidak terpuji dengan bersandiwara misalnya. Kata kerennya sekarang adalah ‘pencitraan’.
Namun sebuah pencitraan demi untuk mendapatkan pujian, bila waktunya akan terbongkar, maka akibatnya akan sangat memalukan dan menyedihkan. Bahasa gaulnya ‘kasihan deh lu!’ Bukan saya loh!
Bahkan untuk sebuah pujian kita yang rela melakukan sesuatu hal untuk mengundang pujian, sesungguhnya kita sedang menyebar benih - benih kekecewaan di kemudian hari. Mengapa? Sebab hidup tidak ada yang sempurna dan tidak selamanya apa yang kita lakukan akan menghadirkan pujian.
Pujian memang bisa melahirkan motivasi dan bisa menjadi penghiburan. Tetapi ketika kita selalu mendambakan orang - orang akan memuji, maka pada akhirnya kita akan mengalami kekecewaan sendiri.
Demi mendapatkan pujian dan sanjungan, kita sampai rela melakukan hal - hal yang tidak wajar atau bahkan perbuatan yang tidak terpuji dengan bersandiwara misalnya. Kata kerennya sekarang adalah ‘pencitraan’.
Namun sebuah pencitraan demi untuk mendapatkan pujian, bila waktunya akan terbongkar, maka akibatnya akan sangat memalukan dan menyedihkan. Bahasa gaulnya ‘kasihan deh lu!’ Bukan saya loh!
Bila engkau masih begitu mudah terpengaruh oleh celaan dan penghinaan, maka hidupmu akan sering merasa tercela dan terhina.
Seringkali kita tidak mau menerima hakekat kehidupan ini dan berlaku tidak adil. Sebab kita hanya mau menerima pujian, kesenangan, keberuntungan dengan lapang dada. Namun begitu menolak celaan, kesedihan, dan kemalangan. Padahal semua itu akan kita alami dalam kehidupan ini.
Semua terjadi karena yang menjadi diri kita sendiri adalah sang aku. Bukan sejati diri kita atau jiwa sejati yang menjadi tuan rumah bagi hidup kita.
Sang aku akan begitu tidak rela bila ada celaan dan hinaan yang datang. Akan sekuat tenaga menolak kehadirannya dan melakukan perlawanan.
Setiap perkataan celaan dan hinaan akan dianggap sebagaimana sang aku, sehingga akan merasakan diri tercela dan terhina. Itu sebabnya sulit akan merasakan ketenangan dan dapat mendamaikan hati.
Semua terjadi karena yang menjadi diri kita sendiri adalah sang aku. Bukan sejati diri kita atau jiwa sejati yang menjadi tuan rumah bagi hidup kita.
Sang aku akan begitu tidak rela bila ada celaan dan hinaan yang datang. Akan sekuat tenaga menolak kehadirannya dan melakukan perlawanan.
Setiap perkataan celaan dan hinaan akan dianggap sebagaimana sang aku, sehingga akan merasakan diri tercela dan terhina. Itu sebabnya sulit akan merasakan ketenangan dan dapat mendamaikan hati.
Orang yang mengerti tidak akan terpengaruh oleh celaan dan pujian, karena hanya dianggap sebagai fatamorgana belaka. Celaan dan pujian bagaikan ilusi yang menipu ‘aku’ sebab diri yang sejati tak peduli pujian dan celaan.
Bila kesejatian diri yang menjadi tuan rumah, maka tidak akan ada kata - kata yang menggoda untuk merasa tersanjung atau terhina. Sebab semua kata yang ada tak akan membuai dan melukai.
Untuk mencapai pembinaan diri sampai ke tingkat dapat menerima semua fenomena apa adanya memang bukan hal mudah. Sangat sulit dan perlu ketekunan.
Tetapi kita dapat belajar akan kerendahan hati dan berlapang dada dalam menyikapi pujian dan hinaan. Terhadap pujian kita dapat mengingatkan diri bahwa semua kebaikan atau kesuksesan yang ada semata - mata berkat Karunia Tuhan.
Sebaliknya terhadap ketidakbaikan dan kegagalan, sehingga mendapat celaan, kita dapat mengingatkan bahwa kita agar dapat menerimanya sebagai kesalahan diri yang perlu diperbaiki. Berterima kasih atas pembelajaran ini. Tidak lantas mengasihani diri atau terbakar emosi.
Ketika pada saat kita mengerti akan hakekat kehidupan, maka semua peristiwa akan menjadi indah. Pujian dan hinaan tiada bedanya. Jadi tidak terpengaruh pujian dan hinaan bukan sama artinya dengan mati rasa. Tetapi menganggap semua pujian dan hinaan akan berlalu dan tidak perlu dimiliki.
Bila kesejatian diri yang menjadi tuan rumah, maka tidak akan ada kata - kata yang menggoda untuk merasa tersanjung atau terhina. Sebab semua kata yang ada tak akan membuai dan melukai.
Untuk mencapai pembinaan diri sampai ke tingkat dapat menerima semua fenomena apa adanya memang bukan hal mudah. Sangat sulit dan perlu ketekunan.
Tetapi kita dapat belajar akan kerendahan hati dan berlapang dada dalam menyikapi pujian dan hinaan. Terhadap pujian kita dapat mengingatkan diri bahwa semua kebaikan atau kesuksesan yang ada semata - mata berkat Karunia Tuhan.
Sebaliknya terhadap ketidakbaikan dan kegagalan, sehingga mendapat celaan, kita dapat mengingatkan bahwa kita agar dapat menerimanya sebagai kesalahan diri yang perlu diperbaiki. Berterima kasih atas pembelajaran ini. Tidak lantas mengasihani diri atau terbakar emosi.
Ketika pada saat kita mengerti akan hakekat kehidupan, maka semua peristiwa akan menjadi indah. Pujian dan hinaan tiada bedanya. Jadi tidak terpengaruh pujian dan hinaan bukan sama artinya dengan mati rasa. Tetapi menganggap semua pujian dan hinaan akan berlalu dan tidak perlu dimiliki.
Tuhan, kami sadar bahwa musuh kami yang sesungguhnya adalah diri sendiri, sang aku. Selama sang aku masih menjadi penguasa, maka kami tak akan bisa lepas dari dualisme kehidupan. Itu sebabnya jiwa sejati yang menjadi tuan rumah adalah harapan kami. Yakni hidup lebih banyak mengikuti suara hati.